Sabtu, 17 April 2010

TINDAKAN TERLARANG

KORUPSI

A. Pengertian Korupsi
Dari sudut pandang hukum, korupsi berasal dari bahasa latin, “Corruption” dari kata kerja “Corrumpere” yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalikkan, dan menyogok, mencakup unsur-unsur; melanggar hukum yang berlaku, penyalahgunaan wewenang, dan memperkaya pribadi atau diri sendiri.
1. Menurut Robert Klitgaard :
C = D + M – A
Corruption = Discretionary + Monopoly – Accountability

• Corruption is a behavior which deviates from the formal duties of a public role because of private regarding (personal, close family, private clique) pecuniary status gains, or violates rules against the exercise of certain type of private regarding influence. This include such behavior as bribery (use of reward to pervert the judgement of a person in a position of trust); nepotism (bestowal of patronage by reason as ascriptive relationship than merit); and misappropriation (illegal appropriation of public resources for private-regarding uses).

Definisi korupsi menurut Transparancy International
"Perilaku pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidal legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka
Pada umumnya, masyarakat menggunakan istilah “Korupsi” untuk menyebutkan serangkaian tindakan-tindakan terlarang melawan hukum dalam rangka mendapatkan keuntungan dengan merugikan orang lain.
Menurut pendapat Prof. Dr. Rommly Atmasasmita, SH, LL, M, korupsi di Indonesia sudah merupakan wabah penyakit yang tidak mudah untuk segera dicegah, apalagi diberantas, sehingga sangat tepat kiranya jika dinyatakan bahwa pencegahan tampak lebih manjur dari pemberantasan.
Ada dua alasan menurut beliau mengatakan demikian.
Pertama, alasan historis, yaitu pada masa kerajaan di Nusantara, kebiasaan memberikan upeti kepada raja merupakan suatu kewajiban seluruh rakyat. Di masa Modern, terutama setelah masa kemerdekaan, kebiasaan tersebut tetap terus berlanjut, ditambah lagi dengan kebiasaan orang Tionghoa yang sudah menjadi perilakunya memberi hadiah sebagi ucapan terima kasih kepada abdi negara yang telah turut membantu kelancaran usahanya. Kebiasaan ini bertambah marak, terutama karena mereka memberikan sesuatu kepada abdi negara itu tidak merasa dirugikan, tetapi biaya-biaya tersebut dimasukkan kepada cost pengeluaran usaha.
Kedua, lemahnya produk penegak hukum, khususnya di bidang pemberantasan korupsi.
2. Korupsi Menurut Bahasa
Istilah korupsi dalam bahasa Indonesia adalah penyelewengan atau penggelapan uang/dana (negara) atau perusahaan untuk keuntungan pribadi atau kelompok (orang lain). Koruptif yaitu bersifat korupsi. Koruptor yaitu orang yang melakukan penyelewengan (menggelapkan uang) yang dipercayakannya kepadanya; dapat disogok (melalui kekuasaannya untuk kepentingan pribadi).Kolusi yaitu kerja sama rahasia untuk maksud yang tidak terpuji; persekongkolan. Nepotisme yaitu kecenderungan untuk mengutamakan (menguntungkan) sanak saudara sendiri, terutama jabatan, pangkat, di lingkungan Pemerintahan;.
3. Korupsi Menurut UU
Pengertian korupsi menurut UU adalah segala tindakan penyelewengan penggunaan uang/dana atau penyelewengan kekuasaan yang berhubungan dengan uang/dana milik negara, merugikan secara langsung. Hal tersebut diatur dengan UU yang khusus, seperti dalam UU RI No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Lalu diperbaharui dengan UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi. Lalu terbit Keppres No. 44 Tahun 2000 yang mengatur mengenai “Komisi Ombudsman Nasional”. Ditambah lagi dengan pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
4.Korupsi Menurut Islam
Menurut pendapat Prof. Dr. Ahmad Rofiq, MA, Sekretaris Umum MUI Jateng, yang dimuat pada salah satu harian ibukota mengatakan bahwa mengenai kejahatan pengambilan kekayaan orang lain secara tidak sah untuk memperkaya diri sendiri, digunakan terminologi sariqah (pencurian). Selain itu, dibahas juga ikhtilaf (menjambret), khiyanah (menggelapkan), ikhtilas (mencopet), al-nahb (merampas), dan al-ghasb (menggunakan tanpa seizin).
Dalam Al-Qur’an surat Ali Imran [3] : 161, dinyatakan, “Barangsiapa yang berkhianat (korupsi?) dalam urusan harta rampasan perang, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianati itu.”
Definisi tindak pidana korupsi (TPK) di Indonesia dinilai masih sempit. Definisi TPK saat ini hanya terkait dengan perbuatan suap yang berkaitan dengan pejabat publik Republik Indonesia. Padahal, Undang-Undang Pemberantasan Korupsi milik PBB, UNCAC, menyebutkan tentang TPK yang sudah berpindah tangan, penyuapan pejabat publik asing dan pejabat internasional, serta penyuapan di sektor swasta.

Hal tersebut terdapat pada Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal 21 UNCAC, ujar Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Mochammad Jasin, dalam diskusi Suap Keharusan Bagi Pengusaha? di Hotel Nikko, Jakarta, Senin (16/2).
Pada Pasal 15 UNCAC menyebutkan tentang penyuapan pejabat publik. Hal ini, lanjut Jasin, memang sudah banyak ter-cover oleh UU RI. Kecuali, definisi sempit TPK suap, pejabat publik yang meminta suap atau sebelum suap itu sendiri sudah berpindah tangan.

Sementara Pasal 16 UNCAC mengatur tentang penyuapan pejabat publik asing dan pejabat organisasi internasional. Hal tersebut, kata dia, belum ter-cover UU RI karena definisi TPK masih terkait perbuatan suap yang berkaitan dengan pejabat publik.
Pasal 21 UNCAC tentang penyuapan di sektor swasta. Ini belum ter-cover. Mungkin hal itu bisa dimasukkan dalam UU Pemberantasan Korupsi yang baru.

B. Sebab-sebab Korupsi
.Korupsi sama dengan mencuri dan memakan harta atau hak orang lain atau lembaga yang dilakukan dengan cara batil melawan hukum Allah SWT maupun hukum negara. Kenapa terjadi? Sebabnya antara lain :
1. karena ia miskin, gaji/upah/honor atau penghasilannya tidak mencukupi kebutuhan hidup primer bagi keluarganya sehari-hari/bulan, dan kesempatan itu ada baginya.
2. karena orang itu berpenghasilan cukup, bahkan berlebih, tetapi memiliki kesempatan dan situasi mendukung untuk melakukan tindak korupsi.
3. mungkin karena tindak korupsi itu sudah menjadi kebiasaannya, atau sudah membudaya, malahan ia gelisah hidupnya bila tidak melakukan korupsi, karena lingkungannya sangat mendukung untuk itu.
4. bisa juga tindak korupsi itu sesuatu yang terpaksa dan ikut-ikutan karena sistem yang terjadi, seolah-olah semua setuju, termasuk isteri dan keluarganya, memberi dorongan selagi ada kesempatan memperkaya diri dan keluarga.


C. Contoh Perkara Korupsi

Dakwaan
Kasus Korupsi dengan terdakwa:
Terdakwa I (T1) : MHL (Kepala Bag.Keuangan Dirjen Perhubungan Laut, Dept Perhubungan)
Terdakwa II (T2) : TW .

Delik-delik yang didakwakan:
MHL dan TW didakwa telah melakukan tindakan sesuai dengan:
Primair : Pasal 2 (1) jo Pasal18 (1) huruf a dan b, (2), (3) UU No. 31 tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2001 jo Pasal55 (1) ke 1 KUHP.
Subsidiair : Pasal 3 jo Pasal18 (1) huruf a dan b, (2), (3) UU No. 31 tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2001 jo Pasal55 (1) ke 1 KUHP

Putusan
Terdakwa I dan Terdakwa 2 dinyatakan bersalah karena melakukan tindak pidana korupsi dalam pembelian tanah untuk Pelabuhan Laut Tual yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 10,262 miliar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar